Awal Untuk Sebuah Akhir

Bagi penganut Agama Islam (muslim), mereka percaya bahwa ada dunia lain setelah mati. Biasanya kita menyebutnya alam barzah. Alam barzah ibarat ruang tunggu untuk para arwah sebelum memasuki alam yang terakhir, yaitu alam akhirat. Jadi, ungkapan yang mengatakan bahwa kubur kita adalah rumah terakhir, tidak tepat 100% karena kuburan hanya sekedar transit.

Di alam akhirat, kita akan dihadapkan pada pilihan syurga atau neraka. Kita semua tentu memilih yang enak dan terbaik, namun putusan kembali pada apa yang telah kita lakukan sebelumnya di alam dunia. Di akhirat, akan ada semacam mahkamah tertinggi pengadilan Tuhan. Bukan “Pengadilan Tuhan” sebagaimana yang sering dicontohkan sekarang, yaitu untuk mengacu pada kelegalan berlaku kekerasan mengatasnamakan agama, tetapi ini benar-benar pengadilan di mana kita dihadapkan langsung dengan sosok Tuhan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.

Selayaknya pengadilan, kita akan berhadapan dengan prosedural seperti layaknya pengadilan biasa, ada investigasi, pertanyaan, sanggahan, saksi-saksi, dengan mekanisme yang (pasti) jujur dan (pasti) adil. Layaknya karakter manusia yang lazimnya sombong, kita bisa juga menyanggah berbagai dakwaan Tuhan kepada kita, dan tentu saja dengan mulut kita (ungkapan mulutmu harimaumu mungkin bisa mengacu ke sini, mengingat banyaknya permasalahan yang bisa timbul karena kelakuan si mulut).

Namun Tuhan maha adil, Dia menghadirkan saksi dari anggota tubuh kita sendiri. Di pengadilan Tuhan nanti, tangan, mata, hidung, kuping, dan kaki kita bisa berbicara dan mengungkapkan apa yang telah mereka lakukan atas perintah hati kita. Kita akan disanggah oleh kelima indra kita sendiri. Saat ini mungkin mulut kita bisa berbicara manis, pura-pura berlaku sopan dan halus, serta mengobral janji-janji. Namun di akhirat nanti, mulut kita akan dibantah habis-habisan oleh lima indra anggota tubuh yang lain.

Pagi tadi selepas sholat shubuh, saya mendengar sindiran halus dari seorang ustad. Kira2 dia mengucapkan hal ini:

“Hati-hati buat Anda yang mengambil keputusan. Dengan satu gerakan kecil berupa tanda tangan Anda, ratusan ribu orang akan terzalimi dan teraniaya.”

Terus terang saya agak2 kaget. Pernyataan ustad tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang memilki kekuatan dan kekuasaan. Dan pernyataan itu tergolong berani. Saya menganalogikan hal ini kepada peristiwa berikut; Seorang Gubernur yang memerintahkan melakukan penggusuran untuk membuat sebuah kota jadi kelihatan menarik dan indah untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif sebagaimana permintaan Bank-nya Dunia, sehingga negara-negara pemilik modal bisa masuk secara nyaman mengeruk kekayaan di sini dengan kedok investasi.

Mereka yang sadar bahwa dunia adalah environment untuk taat, berbuat baik, dan introspeksi, tentunya memiliki kerendahan dan kebijakan melebihi apapun. Mereka sadar setelah mereka mati, segalanya bukan berarti selesai. Tentu hal ini menjadi ikatan yang mengikat dan menjadi pengatur hidup seseorang agar tidak berlebihan.

*) ide tulisan muncul sehabis berziarah ke makam bapak saya. semoga bisa diambil pelajarannya. “Ya Allah, lapangkan kuburnya, mudahkanlah urusannya.”

Comments

Popular posts from this blog

2021 Lalu Saya Covid

Logitech G300S Saya Rusak (1)